MASIGNALPHAS2101
7425642317624470382

#ReviewBuku "Journey to Andalusia"

 #ReviewBuku  "Journey to Andalusia"
Add Comments
Senin, 30 Mei 2022


Judul               : Journey to Andalusia

Penulis             : Marfuah Panji Astuti (Mba Uttiek)

Penerbit           : BIP

Tahun terbit     : 2017

======================

Beberapa waktu lalu saya iseng melempar pertanyaan ‘dimana Andalusia?’ sebagai status WA. Hasilnya muncul beragam tanggapan. Ada yang jawabannya yakin, ragu-ragu, ada juga yang keliru.

  • Turki bukan? Pernah sekilas baca.
  • Andalusia itu Eropa. Negaranya, Spanyol kali ya?
  • Orang awam sepertiku taunya Andalusia Kristiani karena dulu terkenal filmnya waktu kecil
  • Spanyol
  • Andalusia yang saya ingat itu negara2 di Eropa
  • Di Prancis?
  • Spanyol kayaknya
  • Sekarang Spanyol sepertinya? Not really sure
  • Turki ya?

Dari jawaban-jawaban tersebut nampak banget ya kalau wilayah satu ini kurang terkenal. Padahal Andalusia pernah menjadi pusat peradaban Islam selama kurang lebih 800 tahun. Tepatnya pada tahun 711-1492 M.

Dalam sejarah Islam, Daulah Umayyah Andalusia pada masanya mengusai wilayah yang kini dikenal dengan nama Spanyol, Portugal, dan sebagian wilayah Prancis. Lebih jelasnya bisa lihat pada peta dalam buku Journey to Andalusia halaman 165.

Efek keberadaan Andalusia bisa dilihat dalam buku The Moors in Spain karya Stanley Lane Poole. Beliau menuliskan tentang Dunia Barat yang berhutang banyak pada Islam, “Bagaikan bulan yang cahayanya hasil meminjam dari umat Islam”. 

“Selama dan sedahsyat itu perannya kok gak pernah ada dalam pelajaran Sejarah?”

Ini jadi pertanyaan yang juga menari-nari di benakku. Coba deh ingat-ingat kembali pelajaran sejarah di SMP-SMA. Pelajaran sejarah biasanya dimulai dengan manusia purba lalu peradaban seperti Mesopotamia, Inca, Chibca, Mesir Kuno, Yunani Romawi, Persia, Revolusi Industri, Masa Hindu-Budha, Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia lalu masuk ke sejarah modern.

Intinya, sepanjang pelajaran yang ada hanya tentang masa purba, peradaban awal, Kristen yang mempengaruhi Eropa, Hindu Budha sebagai cikal bakal Indonesia, dan kerajaan Islam di Indonesia. Ini membuat saya bertanya-tanya, Islam ini gak punya andil sama sekali ya dalam perjalanan kehidupan bumi?

Bersyukur, penulis-penulis masa kini perlahan-lahan membongkar fakta seputar peradaban Islam. Salah satunya Mba Uttiek. Beliau menulis buku serial Jelajah Tiga Daulah besar yang pernah menguasai peradaban dunia. Secara berturut-turut ketiganya terdiri dari Daulah Umayyah (Damaskus 661-750 M, Andalusia 1492), Daulah Abbasiyyah (750-1258), dan Daulah Utsmani (1299-1923).

Nah di review kali ini saya akan membahas buku Journey to Andalusia. Mbak Uttiek menjadi perpanjangan langkah kita menjelajahi wilayah Andalusia dan memaparkan jejak-jejak peradaban tersebut.

AADA -Apa Apa Dengan Andalusia-?

Pada bab ‘Assalmualaikum Andalusia’ dibuka dengan penuturan Mba Uttiek bahwa perjalanan ke Andalusia dipersiapkan selama setahun lebih. Membaca berbagai buku rujukan seputar tanah Andalusia.

Kenapa harus setahun?

Persiapan setahun bukannya tanpa alasan. Sejalan dengan tagline penulis ‘berjalan untuk mengkonfirmasi sejarah’.

Terlebih Andalusia menyimpan jejak sejarah tentang bagaimana Islam menyinari sebuah negeri dengan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Ada lebih dari 2/3 sejarah Islam di tanah Andalusia.

Seperti biasa, perjalanan Mba Uttiek dimulai dengan melaksanakan ibadah umrah. Berhubung perjalanan kali ini bukan hanya untuk menyusuri Tanah Andalusia namun juga menapaktilasi jejak para pembebasnya seperti Musa bin Nushair dan panglimanya Thariq bin Ziyad, maka perjalanan dimulai dari Maroko tepatnya di kota Casablanca.

Kota asal para penakluk semenanjung Iberia. Dilanjutkan dengan perjalanan darat menuju kota Rabat-Fes-Tangier. Dari Tangier menyebrang Selat Gibraltar ke Tarifa lalu masuk wilayah Andalusia.

Sebelum menjelajahi tanah Andalus, lewat buku ini Mba Uttiek mengajak pembaca  mengunjungi beberapa destinasi andalan Maroko diantaranya :

  1. Place Muhammad V,
  2. Masjid Hassan II –ikon negara maroko- yang sebagian bangunannya menjorok ke Samudera Atlantik,
  3.  Hamam –area permandian- dengan arsitektur megahnya yang kental budaya Andalusia,  
  4. Kasbah Oudayas –benteng yang digunakan dalam film Mission Imposible : Rogue Nation

Di halaman 42 saya dibuat terpesona dengan konsep kota labirin bernama Old Madina di Kota Fes. Dulunya tempat ini adalah pusat kehidupan kota Fes. Kota ini dibangun berbentuk labirin bukan tanpa maksud. Melainkan sebagai system kemanan. Jika ada penjahat yang coba masuk ke wilayah ini maka bisa dipastikan dia akan kesulitan untuk keluar. Bahkan sekarang pun, tanpa local guide pengunjung akan kesusahan keluar dari Old Madina. 

Di kota Fes ini pula seorang Fatima Al Fihri mendirikan Jamiáh Al Qarawiyyin (Univeristas Al Qarawiyyin) yang dinobatkan oleh Guiness Book of World Record sebagai universitas tertua di dunia yang masih ada hingga saat ini.

Setelah menjelajah Maroko pembaca diajak masuk ke Andalusia dengan menggunakan feri cepat dari Tangier ke Tarifa. Menyebrangi Selat Gibraltar selama 35 menit. Selat ini menjadi saksi pembebasan (futuhat) Andalusia oleh pasukan Thariq bin Ziyad.

Dalam beberapa catatan sejarah, Thariq bin Ziyad dikatakan memerintahkan pembakaran kapal untuk menyemangati pasukannya. Namun semua itu hanya HOAX semata.

Saksi pembebasan yang masih bisa disaksikan hingga hari ini salah satunya Castilla de Guzman –benteng pertahanan yang dibangun pada masa pemerintahan Abdurrahman III-

Dalam perjalanan di kota Malaga, ada catatan penting yang harus diingat jika kaum muslim mengunjungi kota ini. Jangan menelan mentah-mentah informasi dari guide. Akan ada banyak informasi yang miss dengan fakta sebenarnya. Terutama tentang sejarah Islam. Salah satunya fitnah keji kepada Abdurrahman Ad-Dakhil seputar Masjid Cordoba.

Ini bukan salah guide sepenuhnya namun tentang pembelokan sejarah secara sistematis.

Membaca bab “Berjumpa Antonia di Malaga’  sungguh bikin nyesek. Terlebih Mba Uttiek menutupnya dengan sebuah catatan ‘Saya akan terus menulis tentang Andalusia. Bukan sekedar mencatat perjalanan ini, namun informasi ini harus terus ada yang menuturkannya.”

Dari Malaga perjalanan dilanjutkan ke Granada. Wilayah kekuasaan daulah Islam terakhir di Andalusia. Di kota ini terdapat  bangunan menakjubkan dari masa daulah Islam yaitu Istana Alhambra.

Ada begitu banyak hal menkajubkan dari istana Al Hambra yang dibuat dengan menggunakan konsep taman surga.

Jika di Malaga merasa nyesek maka ada kebahagiaan terpancar dari Granada. Ketinggian ilmu pengelolaan kota kaum muslimin masih bisa disaksikan hingga hari ini.

Kota Granada terletak tepat dibawah Pegunungan Sierra Nevada. Salju abadi di puncaknya menjadi sumber mata air yang dialirkan melalui pipa-pipa dengan perhitungan fisika dan matematika teramat rumit.

Al Hambra adalah puncak dari teknologi, arsitektur, dan seni yang lengkap”  (Hal. 88)

Bab ‘Cordoba Kota Sejuta Cahaya’ dibuka dengan nama-nama para pemikir yang belum tertandingi hingga kini.

“Kalau di abad modern ini nama Albert Einstein sering dipadankan dengan kata jenius, sejatinya apa yang dihasilkannya belum ada apa-apanyadibanding torehan sejarah Ibnu Rusyd. Tanpa buah pikirnya, bisa jadi Eropa sekarang masih dalam belenggu kegelapan.” (Hal. 98)

Pada masanya Cordoba adalah antitesis Eropa pada umumnya yang masih buta huruf.

 Menikmati penuturan Mba Uttiek dalam buku ini, saya tak bisa berhenti untuk kagum dan merangkai mimpi semoga suatu hari nanti bisa melihatnya secara langsung.

Kenapa Harus Baca ‘Journey to Andalusia’

Tidak seperti buku bertema traveling lain, Journey to Andalusia hadir sebagai catatan perjalanan sekaligus cerita sejarah yang dikemas sedemikian mengasyikkan. Tidak mengherankan sebenarnya sebab Mba Uttiek adalah seorang wartawan di kelompok Kompas Gramedia yang hobby traveling terutama di tempat-tempat yang menyimpan jejak Islam.

Journey to Andalusia berisi cerita perjalanan dengan ragam sejarah yang masih jarang diketahui. Membaca buku ini serasa diajak untuk mengunjungi bekas-bekas Daulah Andalusia bersama guide professional. Selain isinya yang begitu menraik, pada halaman akhir terdapat bab ‘Ke Mana? Habis Berapa?’ dan ‘Tip Moslem Traveler ke Eropa’. Sangat cocok dijadikan panduan membuat ittinerary.

Sebelum menyusun ittinerary, jangan lupa untuk banyak membaca. Membuka catatan-catatan Mba Uttiek bikin kita terpacu untuk semakin tau tentang sejarah Islam dan menelusuri jejaknya.

Bukan sekedar sebagai romantisme sejarah. Namun menjadi pelecut untuk mencari sumber kehebatan kaum muslim di masanya. Mengambilnya sebagai pelajaran untuk kemudian diramu sebagai sebuah formula mengembalikan kejayaan kaum muslimin yang kini banyak terpuruk di berbagai bidang kehidupan.

Rangkuman dari isi Journey to Andalusia menurut saya berada pada halaman 12-13. Telak menghantam kesadaran sebagai seorang muslim.

“Delapan ratus tahun bukanlah waktu yang singkat. Perlahan benderang itu mulai memudar hingga akhirnya sirna seakan tak berbekas.

Apa yang terjadi?

·         Ketika manusia-manusia terbaik tergantikan oleh mereka yang terlena dengan gemerlap dunia,

·         Ketika ayat-ayat Allah ditukar dengan dendang lagu dan tarian

·         Ketika tadabbur Al-Qurán yang menghasilkan ilmu pengetahuan ditinggalkan,

·         Ketika shaf shalat tak lagi rapat, apalagi jalan jihad.

Saat itu lah kehancuran terjadi. “

Ah, Andalusia, tempat dengan sejarah yang paripurna. Semoga suatu saat Allah mampukan untuk menapak di tanah ini.

Sobat Waode, adakah yang sudah pernah ke wilayah Andalusia? Atau mungkin ada yang ingin di doakan agar bisa ke sana?

Yuk, tinggalkan jejak di kolom komentar.