MASIGNALPHAS2101
7425642317624470382

Thaif, Kota Diantara Do’a Dua Nabi

Thaif, Kota Diantara Do’a Dua Nabi
Add Comments
Sabtu, 03 Oktober 2020
Assalamualakum...!

#YukJalan kali ini akan membahas tentang sebuah kota yang menurut para ahli ilmu menjadi pengabulan doa Nabi. Istimewa sekali ya? Apalagi bukan hanya satu nabi yang berdoa tapi dua. Masya Allah.

Nama kota itu adalah Thaif. Kota yang terletak sekitar 80 km dari kota suci Makkah. Kota Thaif dapat ditempuh menggunakan kendaraan berupa mobil ataupun bus dengan waktu tempuh sekitar 1-2 jam. Sepanjang perjalanan kita akan melewati jalanan mulus yang berkelok dan terus menanjak dengan pemandangan gunung-gunung batu.  Maklum saja, kota in terletak di lereng Pegunungan Sarawat pada ketinggian 1700 meter.

 

Meksi berada di tanah Arab, iklim kota ini lebih sejuk dibanding wilayah lain. Sehingga seringkali diasosiasikan sebagai Bogor-nya kota Mekkah. Iklim sejuk membuat kota Thaif menjadi penghasil buah-buahan dan sentra  peternakan.

Di sini juga terdapat perkebunan mawar yang konon katanya mawar Thaif ini terbaik ke dua di dunia. Tak hanya perkebunannya tapi juga  pabrik pengolahan yang masih menggunakan alat tradisional. Sari mawar tersebut diolah menjadi parfum, bedak, sabun, handbody, dan produk lainnya yang bisa dijadikan buah tangan.

 

Nah, menurut para ahli ilmu, perbedaan Thaif dengan kota lainnya karena berkah dari doa nabi tadi. Bagi yang penasaran, doa nabi siapa saja yang dikabulkan, langsung saja baca ulasannnya.

Yang pertama, doa Nabi Ibrahim ketika hendak meninggalkan Ibunda Hajar dan Nabi Ismail di kota Mekkah. Saat itu Mekkah hanyalah lembah gersang tak berpenghuni. Betapa sedih Nabi Ibrahim ketika melakukan hal itu.

Bagaimana tidak anak yang telah ditunggu sekian lama, Allah perintahkan untuk dibawa ke sebuah lembah tak berpenghuni lagi gersang. Maka setelah meninggalkan keduanya hingga tak dapat dilihat lagi.  Tepatnya ketika berada di Gunung Abu Qubais atau biasa disebut sebagai Jabal Anbiya (sekarang sudah dipotong dan didirikan Wisma Negara), Nabi Ibrahim mengadukan segala isi hatinya kepada Allah sebagaimana dalam Surat Ibrahim ayat 37-41.

Salah satu isi doa tersebut yaitu agar keturunannya di jaga oleh Allah dan secara sepsifik meminta buah-buahan. Kalau dipikir secara rasional, masa di tanah tandus minta buah? Namun begitulah ketika iman lebih mendominasi daripada rasio. Keyakinan akan penjagaan Allah dalam sebuah ketaatan menjadi penawar segala gundah.

Nah, menurut para ahli ilmu, tanah Thaif yang subur dan sejuk adalah bentuk pengabulan atas doa tersebut.

Yang kedua, adalah pengabulan doa dari manusia paling mulia di muka bumi ini yaitu Rasulullah shalallahu laaihi wa sallam.

 

 
Source : dokumentasi pribadi

Thaif ini punya kesan yang begitu membekas di hati Rasulullah. Hingga ketika ibunda Aisyah suatu kali bertanya  “Ya Rasulullah, pernahkah kau alami hari yang lebih berat daripada ketika di Uhud?”

Maka Rasulullah menceritakan tentang kisahnya di Thaif. Kenapa Thaif? Kok bisa lebih berat dari pada peristiwa Uhud?

FYI, di peristiwa Uhud, 3 cincin rantai besi menancap di pelipis Rasulullah. Sebuah benda tajam mencocor lutut sang Nabi sehingga beliau dikabarkan wafat dan pasukan muslim tercerai-berai. Di Uhud pula Rasulullah kehilangan paman tercinta dan 70 Sahabat. Luka mendalam ini terus dikenang oleh Rasul dengan rutin berziarah ke makam para Syuahda Uhud hingga menjelang wafatnya.

Sesedih itu, kok bisa peristiwa Thaif lebih berat?

Ternyata, meski di Thaif tidak ada korban jiwa, namun penolakan masyarakatnya terhadap agama mulia yang beliau dakwahkan menjadi beban teramat berat bagi jiwa Sang Nabi.

Peristiwa tersebut terjadi kurang lebih tiga tahun sebelum hijrah, sepuluh tahun masa kenabian,  setelah wafatnya Khadijah dan Abu Thalib yang selama ini menjadi pelindung dakwah. Kepergian dua tokoh penting ini membuat kaum Quraisy semakin berani mengganggu Rasulullah dan kaum muslimin.

Thaif dipilih sebab beliau masih ada hubungan nasab meski sudah jauh. Harapannya warga Thaif akan menerima dan bersedia menjadi pelindung bagi kaum muslimin.

Dengan ditemani sahabat kecil sekaligus anak angkatnya Zaid bin Haritsah, Rasulullah meninggalkan kota Mekkah secara diam-diam. Menempuh jalur tandus yang hampir seluruhnya bebatuan menuju Thaif.

Namun, alih-alih disambut sebagaimana layaknya saudara, ketika Rasulullah menawarkan Islam, beliau justru ramai-ramai didustakan, diusir, dan disakiti. Rasul pun memilih pulang dengan beban berat dan duka mendalam.

Ketika sampai di sebuah wilayah bernama Qarnul Manazil (salah satu tempat miqat), Malaikat Jibril datang bersama dua malaikat gunung.

Malaikat Jibril menyampaikan bahwa Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung untuk diperintahkan sesuka hati oleh Rasulullah. Namun sebelum perintah dari Rasul keluar, Malaikat penjaga gunung lebih dulu berkata.

“Ya Rasulullah, Ya Nabiyallah, Ya Habiballah, perintahkanlah. Maka aku akan membalikkan gunung Akhsabiyin ini agar menimpa dan menghancurkan mereka yang telah ingkar, mendustakan, menista, mengusir, dan menyakitimu.”

Malaikat penjaga gunung sampai gemes sama penduduk Thaif lantaran kersa kepalanya. Tapi tahukah apa yang keluar dari lisan mulia Rasulullah?

 “Tidak, aku ingin agar diriku di utus sebagai pembawa rahmat bukan penyebab adzab. Bahkan, aku ingin agar dari sulbi-sulbi mereka, dari rahim-rahim mereka, kelak akan Allah keluarkan anak keturunan yang mengesakan-Nya dan tak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”

Masya Allah. Keren kan?

Coba bayangkan, sudah jalan berhari-hari dengaan medan berat, ketika sampai malah disuir dan disakiti. Allah pun mengizinkan untuk membalas perlakukan mereka. Namun saat itu Rasuullah lebih memilih untuk mendoakan.

Dan hasilnya tampak pada  masa Abu Abkar Ash Shidiiq. Saat gelombang murtad menggulung pasca wafatnya Rasul. Hanya tiga kota yang masih kokoh memegang Islam yaitu Makkah, Madinah, dan Thaif.

Ah, doa itu...sungguh lisan mulia itu begitu berkah. Ya Rasulullah, Allahumma shalli ala muhammad waala ali wa sallam.