MASIGNALPHAS2101
7425642317624470382

CARA BEDA BICARA GENDER

CARA BEDA BICARA GENDER
Add Comments
Minggu, 13 Februari 2022

 *Catatan kajian bertema Gender

            Bismillahirrahmanirrahim….

            Sebagai salah satu penggemar kajian-kajian bertema gender, tentu sangat antusias ketika mendapat info tentang “Kajian Islam dan Gender” yang diadakan oleh Perpustakan Baitul Hikmah bersama Forum Dakwah Kampus UGM.  Salah satu hal yang paling saya tunggu ketika berbicara masalah ini adalah saat pemateri menyampaikan argumen-argumen yang menyerang ide-ide feminisme.

            Namun kali ini sedikit berbeda. Tema awal kajian mengangkat topic tentang “Konsep Manusia dalam Islam”. Awalnya saya berpikir bahwa ini hanya akan disinggung sekilas dengan mengangkat ayat yang membahas bahwa tugas manusia adalah beribadah.

            Nyatanya tak demikian, meski pertemuan dimulai terlambat namun ada ilmu baru yang saya dapatkan bahwasanya berbicara tentang gender akan dipengaruhi oleh cara pandang tentang manusia. Itulah mengapa selalu ada gap antara Islam dan para pengusung ide feminism. Ya, karena perbedaan dalam memandang manusia. Pengusung ide feminisme yang asalnya dari barat tentu akan menggunakan cara pandang barat yaitu sekuler.  Mereka hanya bisa memandang manusia dari apa-apa yang bisa tertangkap oleh panca indra dan mengesampingkan aspek spiritualitas. 

     Itulah sebabnya, CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of Discrimation Againts Women)  yang niat awalnya baik yakni untuk menghapuskan diskriminasi pada perempuan, secara amaliyah nya akan salah dalam pandangan Islam. Secara niat,   tentu patut menghargainya.  Namun bersebab CEDAW adalah turunan dari filsafat dan teori feminisme. maka perlu ditinjau kembali apa yang menjadi program kerjanya. Sebelum lanjut pada masalah feminisme, kita mengkaji dulu bagaimana Islam memandang manusia.

Dalam penjelasan Ust. Ayub kemarin, Manusia terdiri dari 2 aspek atau dual entity tapi bukan dualisme. Maksudnya adalah  dalam satu tubuh terdiri dari 2 aspek. Dalam contoh real misalnya seorang lelaki, disatu sisi ia sebagai ayah, disisi lain sebagai suami.

Lalu maksud manusia sebagai dual entity seperti apa?

1.      Manusia dalam aspek insaniyah (kemanusiaan)

Unsur-unsur manusia dari aspek insaniyah terdiri dari Nafs, Qalb, Aql, dan Ruh.

Jauh sebelum manusia dilahirkan kedunia, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengambil perjanjian (mitsaq) dengan makhluk yang kelak akan berwujud manusia sebagaimana  tercantum dalam Q.S Al A’raf ayat 172

Wa iż akhaża rabbuka mim banī ādama min ẓuhụrihim żurriyyatahum wa asy-hadahum 'alā anfusihim,

 

a lastu birabbikum,

 qālụ balā syahidnā,

 

an taqụlụ yaumal-qiyāmati innā kunnā 'an hāżā gāfilīn


Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman)

"Bukankah Aku ini Tuhanmu?"

Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi"

(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

 Peristiwa percakapan antara Allah dan makhluk  ini mencirikan sifat berpikir dan berbicara yang merupakan ciri dari salah satu nafsu manusia yaitu Al-nafsu al-nathiqah, yaitu nafsu yang membedakan manusia dengan binatang lain (makhluk yang lainnya). Dengan nafsu ini manusia mampu mengetahui Tuhannya, berpikir , berzikir, mengambil hikmah, memahi fenomena alam, dll.

Nafs inilah yang menjadi inti manusia, bukan tubuh fisiknya. Ketika manusia mati, nafs berpisah dari raga sebagaimana dalam ayat tentang kematian di ungkapkan “kullu nafsin dzaiqatul maut” (QS. Al Ankabut ayat 57 dan QS. Ali Imran ayat 185)

Untuk penciptaan manusia, kita dapat menemukan 3 bentuk kata dalam QS. Al Mu’minun ayat 12-14

12

wa laqad khalaqnal-insāna min sulālatim min ṭīn

Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.

13

ṡumma ja'alnāhu nuṭfatan fī qarārim makīn

Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).

14

ṡumma khalaqnan-nuṭfata 'alaqatan fa khalaqnal-'alaqata muḍgatan fa khalaqnal-muḍgata 'iẓāman fa kasaunal-'iẓāma laḥman ṡumma ansya`nāhu khalqan ākhar, fa tabārakallāhu aḥsanul-khāliqīn

Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha suci Allah, Pencipta yang paling baik.

 Di ayat 12 ada kata Khalaqa = menciptakan. Menciptakan disini maksudnya dari yg tidak ada menjadi ada. Hanya Allah yang bisa melakukan ini. Ayat 13 menggunakan kata Ja’ala yang berarti membuat sesuatu dalam bentuk lain dari bahan yang sudah ada. Dan di ayat ke 14 diksi yang digunakan yaitu Ansya yang artinya membuat sesuatu yang berbeda sama sekali dari bentuk awalnya. Contohnya tanah menjadi manusia.

Masya Allah… ayat-ayat Al – Qur’an selalu membuat terkagum-kagum, bagaimana untuk satu maksud tapi menggunakan kata yang berbeda-beda sesuai dengan makna yang ingin disampaikan.

2.      Manusia dalam aspek Basyariyah

Kata basyar terdapat pada QS Ar-Rum ayat 20

Wa min āyātihī an khalaqakum min turābin ṡumma iżā antum basyarun tantasyirụn


Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.

Kata al-basyar berasal dari bentuk jamak al-basyarat yang artinya kulit, kepala, wajah, dan tubuh tempat tumbuhnya rambut. Penggunaan kata al-basyar di dalam Alquran menunjukkan kepada persamaan terhadap ciri pokok makhluk Allah, yaitu hewan dan tumbuhan. Pada penggunanaan kata al-basyar tersebut hanyalah aspek materilnya (phisicly) saja atau dimensi alamiah. Hal ini terlihat pada penggunaan kata basyar dalam Al Quran kebanyakan untuk menggambarkan manusia berkaitan dengan kebutuhan pokok yang juga dimiliki oleh makhluk lain seperti makan, minum, kebutuhan seksual, dan sebagainya. Para Nabi pun menggunakan kata ini ketika menyamakan dirinya dengan manusia lain dalam aspek fisik seperti dalam QS Al Kahfi ayat 110.

Jadi, pada awal penciptaannya manusia masih berbentuk basyariyah dilengkapi dengan nafsu syahwaniyyah (makan, minum, syahwat, dll) yang juga terdapat pada hewan. Sudah ada kehidupan tapi belum bersatu dengan Al-nafsu al-nathiqah. Keduanya bersatu pada tahap penciptaan ketiga ansya`nāhu khalqan ākhar (menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain). Setelah bentuknya sempurna barulah ditiupkan ruh.  Pada tahap ini manusia tidak lagi bisa disamakan dengan hewan. Maka dari itu Syed Naqib Al Attas tidak setuju manusia disebut dengan homo/antropos karena gelar ini menunjukkan bahwa manusia masih seperti hewan.

Para ulama menetapkan peniupan ruh terjadi pada hari ke 120 sejak janin terbentuk didasarkan pada hadist Dari Abdullah bin Mas'ud ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya setiap kamu dibentuk di perut ibunya selama 40 hari, kemudian berbentuk 'alaqah seperti itu juga, kemudian menjadi mudhghah seperti itu juga. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh dan menetapkan 4 masalah.... "(HR. Bukhari, Ibnu Majah, At-Tirmizy)

Jika dihubungkan dengan ilmu kesehatan, 120 hari = 16 minggu atau trimester kedua. Pada trimester ini, janin sudah bisa mendengarkan, mengobrol, dan memberikan reaksi. Dalam buku “Parenting Begins Before Conception: A Guide to Preparing Body, Mind, and Spirit for You and Your Future Child”.  karya Carista Luminare-Rosen, PhD, mengungkapkan  bahwa “Janin sudah bisa melihat, mendengar, merasa, mengingat dan berpikir sebelum dia lahir,”

Ketika unsur insaniyah (Al-nafsu al-nathiqah) ditiupkan kedalam basyariyah (nafsu syahwaniyyah), saat itulah dimulai ujian. Selain kedua nafsu diatas ada pula Nafsu “al-ghadabiyyah” yang ada pada manusia dan binatang yaitu nafsu yang cenderung kepada marah, merusak, ambisi dan senang menguasai dan mengalahkan yang lain. Nafsu ini lebih kuat ketimbang nafsu “syahwaniyyah”, dan lebih berbahaya bagi pemiliknya jika tak terkendalikan.

 Unusr-unsur insaniyah seperti qalb dan aql harus benar-benar difungsikan sesuai aturan Rabb agar tak dikalahkan oleh nafsu syahwaniyyah dan ghadabiyyah. Sayangnya Al-nafsu al-nathiqah seringkali lupa dengan perjanjian yang telah dibuat sehingga dikalahkan oleh nafsu syahwaniyyah dan ghadabiyyah. Oleh sebab itu Allah mengingatkan kembali dalam Al –Qur’an. Inilah fungsi syariat bagi manusia melalui aturan yang berbeda-beda tetapi dengan tujuan yang sama yaitu menjaga manusia. Laki-laki dan perempuan memiliki ujian yang berbeda sehingga  aturannya pun berbeda

Dalam Al – Qur’an nafsu ini mengalami 3 tingkatan :

1.      Nafsu ammarah bissu’. Dari kata amara ya’ muru  yang berarti menyuruh kepada yang buruk. (QS. Yusuf ayat 53)

2.      Nafsu lawwamah (QS. Al Qiyamah ayat 2). Dengan ini manusia suka  melaknat dan marah. Namun kemudian menyesal. Memikirkan baik buruk, halal haram, berdosa atau tidak dalam setiap tindakan (QS Al Maidah ayat 13)

3.      Nafsun mutmainnah (QS. Al – Fajr ayat 27) menjadikan pemiliknya tenang dalam ketaatan. Nafsu ini mendapat rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dunia dan diakhirat. Nafsul mutmainnah berasal dari hati yang sehat (Qalbun Salim)

 Di akhirat kelak, unsur insaniyah lah yang bertanggungjawab atas semua yang kita lakukan di dunia. Sedangkan unsur basyariyah hanya akan menjadi saksi karena ia hanya menuruti perintah.