MASIGNALPHAS2101
7425642317624470382

STOP! Jangan Ada Remaja Di Rumah Kita

STOP! Jangan Ada Remaja Di Rumah Kita
Add Comments
Sabtu, 12 Februari 2022

 

Whaaaattt???  Maksud loe???

Terus, kalau di rumah ada remaja, mau digimanain? Dibuang? Dikasi ke orang?

Ada-ada aja deh....

***

Tenang...tenang... Kita bahas ini dengan otak yang dingin. Ok.

Sebelum menejelaskan panjang lebar, saya mau tanya dulu ke Sobat Waode, pernah dengar tidak kalimat seperti ini?

            “Gak apa-apa nakal, namanya juga remaja.”

            “Si A mah cuma anak ABG belum tau apa-apa”

            “Biarin aja kalau mau hura-hura. Mumpung masih remaja.

Atau kalimat-kalimat bernada serupa, yang memaklumi kenakalan dan ‘ketidaktahu apa-apaan’ oknum berlabel remaja.

Hmmm... kayaknya sering banget kan? Atau jangan-jangan kita yang jadi subjek atau objeknya?

Pertanyaannya :

Kok bisa ya label tersebut dianggap wajar pada si remaja?

Apa betul remaja masa untuk nakal?

Apa betul remaja itu gak tahu apa-apa?

Lalu, benar gak sih kalau masa remaja itu masa hura-hura?

Sebelum jawab itu, kita cek dulu ya siapa aja sih yang disebut remaja?

Hingga kini belum ada defenisi paten tentang remaja. Yang ada hanya rentang usia remaja yang berbeda-beda antara pendapat satu dan lainnya.

WHO menyebut remaja itu manusia berusia 10-20 tahun.

Sedangkan Prof Sarwono, menyebut usia remaja antara 11-24 tahun dan belum menikah.

Lain lagi menurut Hurlock, masa remaja antara 12-21 tahun.

Dari beberapa pendapat di atas, dalam jenjang pendidikan, label remaja disematkan pada mereka yang berada di bangku SMP hingga selesai S1 atau bahkan S2.

Nah, kalau tadi ada pakar yang ngasih makna baik-baik dan kerap dijadikan rujukan karya ilmiah.

Ada pula sebagian pendapat yang menganggap remaja sebagai makhluk astral dari negeri antah berantah. Makhluk gak jelas dan tidak pernah dikenal pada generasi terdahulu.

Kok dibilang makhluk gak jelas? Kan ada banyak remaja

Remaja ini dianggap makhluk gak jelas soalnya mau dibilang anak-anak sudah muncul tanda-tanda kedewasaan pada fisiknya (baligh). Mau dibilang dewasa, pola pikirnya masih anak-anak (belum aqil).

Mirisnya, saat mereka masih dianggap anak-anak, seringkali justru gaulnya bablas sampai  bisa menghasilkan anak. Syukur jika tanggung jawab, kebanyakan malah lari dari tanggungjawab.

Serius? Dulu gak ada remaja?

Sebelum bahas soal nama atau julukan di masa lampau pada mereka yang usianya setara remaja sekarang, Lihat dulu deh infiografis di bawah ini.

Data tadi hanyalah secuil dari kiprah para pemdua di zaman dulu. Pada usia yang setara remaja saat ini mereka sudah mampu hadir di pentas sejarah dan berkiprah di tengah masyarakat.

Coba deh kita nengok-nengok sebentar pake kacamata sejarah buat bandingin mereka dengan yang seusianya di zaman now.

Mulai dari zaman Rasulullah, pernah dengar nama Usamah bin Zaid? Usamah bin Zaid adalah sahabat muda. Beliau di usia 15/16 tahun udah dinikahkan oleh Rasulullah.

Eitss... ini bukan nikah karena terpaksa ala zaman now ya. Dinikahin karena emang dinilai udah siap. Buktinya Usamah bin Zaid ditunjuk oleh Rasululah jadi panglima ekspedisi penyebaran Islam ke negara adidaya di masanya (Romawi)  pada usia 17/18 tahun. Padahal waktu itu ada sahabat-sahabat yang kehebatannya tak perlu diragukan lagi.

 Kenapa dia yang ditunjuk?

Analisis para ahli ilmu bahwa Rasul ingin menunjukkan pada dunia bahwa seharusnya beginiliah generasi muslim. Ketika baligh mereka juga telah aqil. Siap menanggung beban syariat termasuk jihad.  TODAY boro-boro mimpin pasukan, disiplinin diri buat bangun subuh aja susah.

Lanjut ke masa Imam Syafii, beliau di usia 11 tahun sudah jadi mahasiswa.  18 tahun beliau udah jadi mufti. TODAY umur segitu boro-boro jadi ahli agama mau shalat aja kagak. Alasannya masih muda.

Lanjut lagi pada abad ke 7 muncul seorang pakar matemtika bernama Al Khawarizmi. Beliau umur 10 tahun udah hafidz dan usia 17/18 jadi guru besar matematika. TODAY orang jadi guru besar nunggu umur 50 tahunan.

Al Ghazali menulis pemikiran-pemikirannya pada usia 19 tahun dan masih menjadi rujukan hingga saat ini. TODAY mayoritas karya tulis kita hanya berakhir sebagai pajangan arsip kampus.

Abad 14, Muhammad Al Fatih jadi bukti bisyarah Rasulullah bahwa akan ada sebaik-baik pemimpin yang menaklukkan kontantinopel. Waktu itu beliau berusia 21 tahun. Itu semua gak ujug-ujug. Beliau udah dilatih jadi pemimpin setara gubernur sejak umur 14 tahun. TODAY anak seusia beliau juga perang tapi di gadget. Ngabisin duit, ngabisin waktu, ngabisin umur.

Itu kan orang-orang negeri jauh. Bedalah dengan kita yang di Indonesia

Eitsss... jangan salah.

 

·         Muhammad Natsir jadi ketua DPC Jong Islamiteun Bond pada usia 14 tahun. Usia 20 tahun sudah mendirikan sekolah.

·         K.H Imam Zarkasyi menjadi satu dari tiga pendiri pesantren Gontor pada usia 16 tahun

·         Rahmah El Yunusiyah usia 23 tahun mendirikan Diniyah Putri Padang Panjang. Sekolah wanita pertama yang menginspirasi Al Azhar, Mesir

Dan maaassiiihh banyak lagi. Ini berlanjut sampai generasi abad 20 an.

Untuk membaca kiprah lainnya bisa baca buku-buku karya Mba Marfuah Panji Astuti.

Gak bisa disamain dong. Kan beda zaman

Yupppsss... emang zamannya beda. Zaman kita semuanya jadi lebih mudah sebab dibantu oleh teknologi yang semakin canggih. Fasilitas penunjang juga semakin banyak.

Nah loh, harusnya kualitas kita jauh lebih keren kan dari mereka?

Tapi faktanya kok zaman kita bisa tampilnya lama banget. Usia 50 an baru bisa jadi pemimpin. Syukur-syukur kalau beres, banyakan juga abis masa jabatan nongkrongnya di KPK.

Tentu kita patut bertanya-tanya dong. Ada apa ya dengan generasi kita?

Ternyata eh ternyata semua itu adalah buah dari mucnulnya istilah R E M A J A.

AADR –Ada Apa Dengan Remaja?-

Sekali lagi mari kita pake kacamata sejarah untuk melihat kapan sih istilah remaja mulai muncul?

Kata remaja muncul pada akhir abad 19 dan awal abad 20-an. Sebelumnya kata ini tidak dikenal. Contohnya aja beliau-beliau yang namanya disebutkan di atas tidak pernah diberi label sebagai remaja. Mereka disebut sebagai pemuda.

Dalam Islam sendiri ada istilah pra baligh dan baligh. Kalau sudah baligh (sekitar usia 15 tahun) mereka sudah harus berkarya. Paling tidak sudah sadar akan tanggungjawabnya secara syariat yaitu shalat, puasa, zakat, haji, jihad dan juga urusan nafkah.

Setelah baligh (organ biologisnya  aktif) ia juga sudah harus matang dalam berpikir (aqil). Laki-laki siap menjadi suami dan perempuan siap menjadi seorang istri.

Usia 15 tahun jadi patokan para ahli ilmu Islam berkaitan dengan aqil baligh. Ini karena Rasulullah baru menerima keinginan  jihad Usamah bin Zaid pada umur segitu.

Itu artinya sejak baligh dia sudah dianggap dewasa.

Jadi klasifikasinya pra dewasa dan dewasa. Baligh dan pra baligh.

Nggak ada tuh namanya masa mencari jati diri, masa transisi, masa galau, masa alay, masa cabe-cabean, terong-terongan. Kalau kata Ustadz Harry Santosa (bakliknk Fitrah Bassed Education), istilah-istilah itu jadi racun peradaban.

Trus istilah remaja muncul dari mana?

Istilah remaja muncul setelah masa revolusi industri.

Tau tujuannya? INDUSTRI. KONSUMSI.

Semakin lama masa gak jelas yang disebut remaja maka akan semakin konsumtif karena dia belum dibebani tanggungjawab. Semua masih menjadi tanggungan orang tua.

Syukur kalau konsumtifnya positif misal beli buku atau beli kuota buat nonton yang berfaedah.

Lah, kalau kosumtifnya beli paket terus nonton or nge game sampe pagi. Bangun pagi makan junk food trus lanjut nge game lagi. Hmmm....

Biasanya orang-orang seperti ini juga punya sifat hedon. Liat HP terbaru mau beli. Liat artis pamer barang mahal, mau punya juga sampe nangis-nangis minta beli.

Intinya pola hidup generasi ini super konsumtif.

Padahal, dalam Islam sejak usia 15 tahun orang tua tak lagi wajib untuk menafkahi. Diatas 15 tahun semua yang diberikan pada anak disebut sedekah bukan lagi nafkah. Hari ini banyak orang tua dan anak yang tidak menyadari hal tersebut.

Mengapa terjadi demikian? Sebab kita terjebak dalam dua kesalahan

“SALAH ISTILAH DAN SALAH DIDIK”

So, sejak sekarang mari belajar agar di keluarga kita anak tumbuh menjadi PEMUDA bukan REMAJA.

Tulisan ini disarikan dari materi yang disampaikan oleh Ustadz Harry Santosa, S.Si dalam Kajian Spesial Ramadhan Masjid Al Irsyad Depok dengan tema Antarkan Anakmu Jadi Pemuda Bukan Remaja.

Sobat Waode setuju gak dengan materi kajian diatas? Ditunggu tanggapannya dikolom komentar. 

NB : Kalau tadi bahas masalahnya, insya Allah akan ada tulisan lanjutan tentang gimana cara penyelesaiannya masih dari kajian yang sama. Doakan semoga bisa segera launching ya.