MASIGNALPHAS2101
7425642317624470382

#ReviewBuku “Si Anak Savana”

#ReviewBuku “Si Anak Savana”
Add Comments
Senin, 20 Februari 2023

Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT Sabak Grip Nusantara
Terbit : Januari 2022
Jumlah halaman : 382

Buku ini hasil berburu promo di Google Play Book. Kalau gak salah harganya Rp22.000. So, bagi yang mau baca murah bisa sering-sering pantengin buku promo ya. Bisa juga baca gratis via iPusnas. Yang pastinya HARUS cari yang legal. STOP beli bajakan! Gak berkah.

Si Anak Savana menjadi buku ke 8 dari serial anak Karya Tere Liye. Awalnya serial anak ini berjuluk Serial Anak-Anak Mamak. Menceritakan kisah 4 bersaudara yaitu Burlian -Si Anak Spesial-, Pukat- Si Anak Pintar-, Eliana -Si Anak Pemberani-, dan Amelia -Si Anak Kuat-.

Buku-buku ini sukses dipasaran. Beredar sejak 2009 dan masih terus dicetak ulang hingga sekarang.

Pasca suksesnya serial Anak-Anak Mamak, Tere Liye Kembali menghadirkan Si Anak Cahaya, Si Anak Badai, Si Anak Pelangi, dan yang terbaru Si Anak Savana. Serial ini dijuluki Serial Anak Nusantara.

Buku-buku ini bisa dibaca terpisah, tidak mesti berurutan. Kesemuanya saya suka dan recommended buat jadi bahan bacaan keluarga.

Dalam serial Anak-Anak Nusantara ceritanya tidak lagi saling berhubungan tapi berdiri sendiri-sendiri. Mengambil setting di beberapa wilayah Nusantara.

Si Anak Savana ini menurutku ber-setting Tanah Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pulau yang dianugerahi banyak Padang Savana dengan keindahan yang menakjubkan.

Yang makin menguatkan nuansa Sumba adalah bahasa yang digunakan. Di halaman pertama, pembaca langsung bisa menemukan sapaan “Loka”.  Insting ke-kepo-an ku menemukan bahwa Loka adalah sapaan untuk paman dalam Bahasa Weejewa. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Sumba bagian barat daya.

Tapi cukup bingung juga karena setelahnya ada sapaan ‘Ompu’ untuk kakek yang justru berasal dari Bahasa Batak. Juga ‘Wak’ yang merupakan Bahasa Minang.

Dan, setelah cek dan ricek ternyata di Sumatera Barat juga ada Padang Savana ala New Zealand. Tepatnya di Kabupaten Lima Puluh Kota.

Tapi kalau ditilik dari ending-nya lebih mencitrakan nuansa Sumba. Soalnya dari penceritaan sepertinya ini tidak terlalu luas dan berdiri sendiri.

So, yang benar yang mana?

Don’t worry, kita lanjut aja. Yang mau anggap di Sumatera boleh, di Sumba juga boleh. Yang pastinya masih di Indonesia. Hehehe.

Ok, lanjut ke isi novelnya.

Tere Liye memunculkan konflik di bagian awal dengan tragedi hilangnya Sapi milik Loka Nara. Dengan waktu pencurian yang cukup cepat. Hanya setengah jam.

Ketika orang-orang sibuk mencari pencuri, adalah Ompu Baye yang alih-alih mau ikut mencari malah misuh-misuh.

Ompu Baye ini orang paling kaya di seantero Kampung Dopu. Punya ternak yang banyak kebun yang luas, juga gudang penyimpanan yang besar.

11 12 dengan Ompu Baye, ada pula Wak Donal -kepala kampung- yang juga terkesan acuh.  

Tiga minggu kemudian giliran sapi Wak Ede yang hilang secara misterius dalam waktu kilat.

Dua kali kejadian dengan pola yang sama membuat warga mulai berspekulasi. Ada yang menganggap pencurinya orang dalam kampung, hilang dicuri jin, hingga tercipta rumus ala Somat.

Somat merupakan bestie dari Wanga -tokoh utama- dalam cerita ini. Bersama Rantu, Bidal, Sedo mereka ikut membuktikan keampuhan rumus Somat untuk menangkap pencurinya.

Rumus Somat keliru soal jumlah tapi tepat soal hari. Dan yang terkena adalah Ompu Baye. Si paling kaya di seantero kampung.

Belum usai misteri Sapi hilang, Wak Ede juga ikut menghilang entah kemana. Hanya meninggalkan secarik kertas bertuliskan “Jadilah anak yang jujur dan berani”

Pesan yang dianggap biasa oleh Wak Donal dan Ompu Baye. Namun, tidak dengan Tuan Guru, ia marah besar ada yang menganggap pesan itu sebagai hal biasa.

“Sekalian aku bertanya padamu Baye, pernah kau buat pesan seperti itu pada anak-anak kampung ini? Atau kalian semua, siapapun yang berada di ruangan ini, pernah kalian meminta anak-anak kalian, cucu-cucu kalian, agar jujur dan berani? Pernah kalian berpesan pada anak-anak agar tidak menyontek?

Tidak ada? Bagus sekali kalau tidak ada. Kalian tidak pernah membuat pesan seperti itu karena kalian anggap itu biasa saja. Tidak ada istimewanya. Atau lebih buruk lagi kalian menganggap itu tugas guru sekolah dan mengaji. Bukan tugas kalian. Buruk sekali kelian berpikir seperti itu.

Pahamilah, kalau satu anak Dopu ini jadi maling, maka bukan hanya guru mengaji dan guru sekolah yang gagal mendidik.

Mengapa dia jadi maling? Boleh jadi karena dia terlalu lapar, terpaksa mencuri makanan. Kita semua gagal menunjukkan kepedulian.

Mengapa dia jadi maling? Boleh jadi dia melihat satu diantara kita menjadi pencuri. Kita gagal menunjukkan keteladanan.  (Hal. 75)

Maaf ya, spoiler. Soalnya poin ini menurutku penting sekali. Kebohongan menjadi hal yang saat ini dianggap biasa saja. Disinilah pentingya menanamkan kejujuran dimulai dari keluarga dan lingkungan.

Kehilangan Wak Ede disusul dengan raibnya 8 ekor sapi milik Wak Donal. Pada akhirnya Tuan Guru ikut menghilang setelah tragedi di kebun Ompu Baye.

Kemanakah Ompu Madji, Wak Tide, dan sapi-sapi? Sebuah petunjuk mengantarkan Wanga dan kawan-kawan menemukan muasal kehilangan yang terjadi di Kampung Dopu.

Penasaran bagaimana kisah mereka? Yuk Baca bukunya tapi Ingat JANGAN BACA BUKU BAJAKAN.

Selain membahas misteri banyaknya kehilangan di Kampung Dopu, Si Anak Savana juga banyak memberikan insight berharga.

Poin penting dalam Serial Anak-Anak Mamak maupun Serial Anak Nusantara, Tere Liye selalu memasukkan guru ngaji sebagai orang bijak.

Kali ini diwakili oleh sosok Tuan Guru-Ompu Madji- dan Pak Bahit. Menggaungkan pentingnya prinsip belajar dimana saja. Alam Takambang Menjadi Guru.

Dalam serial ini kita menemukan makna penghormatan kepada guru dan spek guru yang memang patut untuk dihormati. Menempatkan profesi tak sekedar ranah mendulang materi tetapi memberikan keteladanan.

“Kalau kalian tidak harus diteriaki, diingatkan, dipanggil, untuk melakukan kebaikan, maka kalian akan mendapatkan hadiah yang tidak bisa kalian bayangkan.” (Ompu Majdi)

Ditengah keterbatasan sarana di sekolah Dopu, Pak Bahit senantiasa menemukan cara membuat belajar yang menyenangkan. Salah satu triknya seperti di halaman 498-499.

Penulis juga menyindir tipe pemimpin zaman now melalui kisah Wak Donal sang kepala kampung yang begitu ribet untuk mengurus Sedo dan Najwa sebagai warga tidak mampu.

“Mereka sendiri yang ingin jadi pemimpin. Sibuk mengatakan dirinya yang paling baik di dunia ini agar jadi penguasa. Bujuk sana-sini, merayu kemana-mana, membungkusnya dengan kebohongan, menebar janji palsu.”

“Di dunia ini mereka boleh berkelit, bilang banyak urusan. Berkata mereka sibuk luar biasa sehingga tidak tahu ada warganya yang lapar. Boleh saja mereka bilang begitu. Tapi saat mulut ini terkunci, tangan dan kaki jadi saksi, apa yang akan mereka katakan?” (Hal. 263)

“Kalau dua anak itu tidak bisa tidur karena lapar, maka tidak ada gunanya kita mengaji. Hampa.” (Hal. 263)

“Penghargaan yang didapat dengan uang itu menipu. Penghargaan seperti itu akan berakhir ketika uang sudah tidak ada atau ada orang lain lagi yang lebih punya uang.” (Hal. 282)

Pembaca juga diajak untuk belajar dari dua yatim piatu Sedo dan Najwa. Kisah melankolis keduanya untuk terus berusaha memenuhi kebutuhan sendiri menjadi sentilan ditengah banyaknya kemudahan yang kita miliki.

“Jangan sampai sedikit-sedikit meminjam, sedikit-sedikit meminta belas kasihan orang” kata Sedo pada Najwa.

Insight yang juga tidak kalah penting dalam buku ini adalah tentang Parenting. Salah satunya bisa dilihat dari cara Pak Kahfi -ayah Wanga- menanggapi kesalahan yang diperbuat oleh Wanga.

Keputusan yang berbuah nasehat Tuan Guru “Kehilangan seekor sapi tentulah berat. Namun, kehilangan kesempatan memberi teladan, kehilangan kesempatan menunjukkan mana yang benar dan mana yang salah, membuat kehilangan sapi jadi tidak ada apa-apanya.” (Hal. 450)

Part “Seberapa Besar Kasih Sayang Mamak” ada di setiap serial anak karya Tere Liye. Bagian yang selalu saja sukses menitikkan air mata.

Kalimat berharga lain dalam buku ini adalah “Saat seseorang memegang kuat prinsip terbaiknya, dia tidak peduli lagi dengan sikap sinis orang lain.” (Hal. 545)

Dengan banyaknya hal positif yang terkandung dalam buku ini, rasanya tidak salah kalau buku ini saya rekomendasikan sebagai bahan bacaan bersama dalam keluarga.

Selamat membaca. Ingat JANGAN BACA BUKU BAJAKAN.