MASIGNALPHAS2101
7425642317624470382

Tiba-Tiba Sumedang -Solo Trip Cari Makam Pahlawan-

Tiba-Tiba Sumedang -Solo Trip Cari Makam Pahlawan-
Add Comments
Rabu, 05 Juli 2023

Berhubung para artis lagi 'Tiba-Tiba Tenis' jadi kepikiran untuk buat tulisan dengan judul serupa. Flash back, momen 5 tahun silam saat tiba-tiba harus antar si bungsu yang diterima kuliah di Universitas Padjadjaran (Unpad). 

FYI, Unpad ini punya dua kampus. Kampus lama ada di Kota Bandung sedangkan kampus baru di Jatinangor. Sejak 2017, kampus Jatinangor ini yang jadi pusat perkuliahan mahasiswa sarjana. Sampingan sama ITB dan IPDN.

Dulunya saya pikir Jatinangor itu masih Bandung. Ternyata eh ternyata, kecamatan ini masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Sumedang. Walaupun sudah pernah dengar namanya tapi tetap saja Sumedang jadi wilayah yang asing bagi diriku selaku produk Sulawesi asli.😃

So, berhubung cuma jadi pengantar, pas si adek sibuk di kampus,  bertanyalah daku ke Mba Google seputar wisata atau tempat bersejarah di wilayah Jatinangor dan sekitarnya. 

Dari Mba Google dapat satu fakta yang benar-benar baru buatku. Bahwa salah satu pahlawan wanita asal Aceh 'dibuang' dan wafat di Sumedang. Pahlawan terkenal yang selama ini tidak terpikir kalau beliau wafat di tempat yang jauh dari tanah kelahirannya. 

Beliau adalah Tjut Nyak Dien. One of my favorite muslimah.

NB "bagi yang mau tes CPNS, ingat-ingat deh soalnya ini pernah masuk jadi salah satu soal tes CPNS"

Modal nekat, langsung cuss cari lokasinya. Berbekal petunjuk bahwa makam sang pahlawan tidak jauh dari alun-alun Sumedang. Waktu itu tahun 2018. Penggunaan g-maps masih belum familiar. Jadi berangkatnya modal GPS (gunakan penduduk sekitar). Kalau lagi jalan sendiri di tempat asing, salah satu tips  selalu saya ingat adalah berlagak seolah penduduk lokal.

Dimulai dengan menunggu angkot depan gang Hegarmanah. Pas dapat, bilang sama pak supirnya mau ke alun-alun. Karena tidak ada penolakan dari pak supir, auto yakin kalau tidak salah angkot.

Jalur dari Jatinangor ke Sumedang the real mendaki gunung lewati lembah. Sepanjang jalan adalah area perkampungan yang indah. Namun, di beberapa titik jalan rasanya ngeri-ngeri sedap soalnya lihat ke bawah jurang, tengok ke atas potongan tanah yang nyaris 90 derajat. Ekstrem. Bayangin kalau pas tiba-tiba tanahnya longsor. Naudzubillah min dzalik.

Oh ya, disepanjang jalan banyak terdapat penjual ubi madu Cilembu dan tahu Sumedang.

Alhamdulillah, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, sampailah ke Alun-Alun Sumedang. Sempat heran pas liat orang rame-rame. Ternyata karena waktu itu hari minggu jadi tempat ini rame pengunjung. Ada yang jogging, senam, atau sekedar jalan-jalan pagi. 

Ternyata di Alun-Alun ini juga terdapat Masjid Agung Sumedang. Waktu itu tidak terlalu tampak karena banyak masyarakat yang menjajakan aneka dagangan di depannya. Ada yang jual baju, makanan, mainan, dan lain-lain.


Karena tujuan awal mau ke makam Tjut Nyak Dien jadi masjidnya di lewati dulu. Lanjut ke arah kanan yang terdapat Gedung Negara. Gedung ini merupakan salah satu bangunan dalam Kompleks Museum Prabu Geusan Ulun. Sempat singgah sebentar untuk lihat-lihat. 
 
Di bagian depan terdapat akta wakaf Pangeran Aria Soeria Atmadja yang mewakafkan barang milik pribadi dan barang pusakanya. Naskah ini disebut Banda Kaoela Pitoein. Ditandatangani pada 22 September 1912. 
 
Masya Allah ya pejabat dulu. Alih-alih memperkaya diri dan keturunan, asetnya malah diwakafkan untuk kepentingan masyarakat.
PANGERAN Aria Soeria Atmadja telah mewakafkan barang milik pribadi dan barang pusaka (warisan) nya hal itu tertulis dalam Naskah “banda kaoela pitoein” pada 22 September 1912 dengan naskah asli berjudul “Ijeu Soepaja Djadi Tanda Kakoeatan” naskah tersebut hingga saat ini masih utuh, ditulis dalam Bahasa Sunda dengan ejaan lama.

Artikel Asli di SUMEDANG ONLINE
Judul : YNWPS Ingin Tegakkan Amanat Pangeran Aria Soeria Atmadja
Link : https://sumedangonline.com/2018/08/ynwps-ingin-tegakkan-amanat-pangeran-aria-soeria-atmadja/
Penulis : Fitriyani Gunawan
Naskah “banda kaoela pitoein” pada 22 September 1912

Artikel Asli di SUMEDANG ONLINE
Judul : YNWPS Ingin Tegakkan Amanat Pangeran Aria Soeria Atmadja
Link : https://sumedangonline.com/2018/08/ynwps-ingin-tegakkan-amanat-pangeran-aria-soeria-atmadja/
Penulis : Fitriyani Gunawan
 
PANGERAN Aria Soeria Atmadja telah mewakafkan barang milik pribadi dan barang pusaka (warisan) nya hal itu tertulis dalam Naskah “banda kaoela pitoein” pada 22 September 1912 dengan naskah asli berjudul “Ijeu Soepaja Djadi Tanda Kakoeatan” naskah tersebut hingga saat ini masih utuh, ditulis dalam Bahasa Sunda dengan ejaan lama.

Artikel Asli di SUMEDANG ONLINE
Judul : YNWPS Ingin Tegakkan Amanat Pangeran Aria Soeria Atmadja
Link : https://sumedangonline.com/2018/08/ynwps-ingin-tegakkan-amanat-pangeran-aria-soeria-atmadja/
Penulis : Fitriyani Gunawan
 
Perjalanan dilanjutkan masih dengan mode aktifkan GPS (Gunakan Penduduk Sekitar) berhubung tidak ada penanda sama sekali dimana letak makam. Sempat worry berhubung waktu itu jalan kaki sendirian di wilayah yang benar-benar asing.
 
Apalagi jalannya di area perumahan warga yang banyak lorongnya. Sempat tanya ke beberapa orang tapi mereka juga tidak tahu lokasinya. Alhamdulillah dapat yang bisa menunjukkan arah. Setelah jalan kurang lebih 1 km, ketemu papan petunjuk. 
Langsung cuss masuk ke dalam. Makam sang pahlwan berada di Kompleks Pemakaman Gunung Puyuh. Komplek yang juga tempat makam para bupati dan keturunan kerajaan Sumedang. Makamnya terletak di arah belakang. 
 
Menariknya, makam ini baru diketahui pada tahun 1959. Sebelumnya disembunyikan oleh Belanda. Tau kan kalau pahlawan wanita ini pengaruhnya luar biasa? Makanya si penjajah dibuat ketar-ketir walaupun sudah 'dibuang' jauh dari tanah kelahirannya. Sampe makamnya pun bikin parno si penjajah. Hadeuh...!
 
Makam ditemukan saat Aceh dipimpin oleh Gubernur Ali Hasan. Beliau membentuk tim untuk mencari makam sang pahlawan. Tidak tanggung-tanggung, datanya dilacak hingga ke Belanda.  
 
Ternyata, masyarakat Sumedang menyebut pahlawan wanita ini sebagai ibu Perbu atau ibu Ratu. Beliau dikenal sebagai muslimah dari negeri sebrang yang pandai ilmu-ilmu keIslaman. Dalam kesehariannya, sang pahlwan mengajar baca Al-Quran dan ilmu-ilmu Islam pada masyarakat. 
 
Jujur, fakta ini adalah pengetahuan baru yang saya dapatkan dari membaca selebaran yang diberikan oleh penjaga makam.  Cerita yang membuat saya semakin kagum pada sosok sang muslimah pejuang. Masya Allah.

Sekitar 20 m dari makam terdapat Meunasah Cut Nyak Dien. Mushala yang dibangun oleh pemerintah Aceh dengan desain yang unik. Bangunan ini masih bagus dan dapat digunakan oleh pengunjung untuk shalat. 
 
30 menit berada di makam, saya memutuskan untuk balik kanan. Kembali menyusuri jalur semula.  Berhubung sudah menjelang zuhur, saya menuju Masjid Agung Sumedang. Masjid dengan desain bangunan yang khas. 

Saat ke area wudhu saya menemukan desain cukup unik. Dimana sebelum tangga terdapat lantai yang lebih rendah berisi air. Kalau tidak salah, desain ini punya makna filosofis. Sebagai pengingat agar sebelum masuk masjid hendaknya membersihkan diri terlebih dahulu baik secara zahir maupun batin. 

Usai shalat, mampir makan siang di kedai sekitar masjid. Lanjut ke sebuah rumah yang didaku sebagai tempat tinggal Cut Nyak Dien di Sumedang. Sebuah rumah kayu yang desainnya masih mempertahankan model bangunan lama. Di sini terdapat foto-foto dan juga rencong khas Aceh.



Usai melihat-lihat isi rumah, saya memutuskan untuk pulang ke Jatinangor. Sempat deg-deg an khawatir angkot yang ke Jatinangor sudah tidak beroperasi. Waktu itu sekitar pukul 14.oo WIB. Jalan kaki lumayan jauh sampai ke bundaran.

Alhamdulillah di bundaran dapat angkot. Di jalan pulang, mengira-ngira apakah jalur ini yang juga dilewati oleh Cut Nyak Dien saat diasingkan?