MASIGNALPHAS2101
7425642317624470382

#ReviewBuku “Journey to The Greatest Ottoman”

#ReviewBuku  “Journey to The Greatest Ottoman”
Add Comments
Selasa, 07 Desember 2021
Deskripsi

Penulis : Marfuah Panji Astuti (Mba Uttiek)

Penerbit : Bhuana Ilmu Populer (BIP)

Halaman : 180 hal.

Review

Turki, I am coming.... (Insya allah). Mohon bantuan Aamiin-nya Sobat Waode’s.

 Negeri ini masuk dalam list priortitas untuk dikunjungi setelah 3 Tanah Suci. Bagaimana tidak, negeri ini pernah menjadi ibu kota Daulah Utsmani/Ottoman dengan kekuasaan membentang di 2/3 wilayah dunia meliputi Afrika, Eropa, hingga Nusantara. Tentu ada banyak cerita yang bisa didapat dari sana.

Terlebih setelah Aya Sofya menjadi masjid kembali pada tahun 2020. Waaahh...semakin menggebu keinginan untuk berada di tanah Ottoman. Aya Sofia mejadi saksi peristiwa bersejarah saat Muhammad Al Fatih bersujud setelah melaksanakan Nubuat Rasul bahwa tanah Konstantinopel suatu saat akan ditaklukkan oleh kaum muslimin.

“FYI, Nubuat adalah ucapan Rasul tentang kejadian di masa depan. Tapi ini bukan ramalan lho ya, ini adalah ilham dari Allah jadi tingkat keakuratannya 100%.”

Salah satu ikhtiar biar Allah mudahkan menapak di Tanah Turki adalah dengan membaca buku-buku tentang tanah tersebut. Biar tahu tempat mana saja yang harus dikunjungi, sejarah apa saja yang pernah terjadi, dan pelajaran apa yang bisa kita petik di sana.

Nah, salah satu buku recomended adalah Journey to The Greatest Ottoman karya Marfuah Panji Astuti. Sebagai seorang jurnalis, beliau berhasil memaparkan perjalanannya dengan sangat memukau. Setelah membaca buku ini, rasanya keinginan untuk berkunjung ke negeri tersebut semakin menggebu-gebu.

Jujur saja saya sangat terkesan saat Mba Uttiek (nama panggilan penulis) dan suami ‘tiba-tiba’ Allah perjalankan ke Turki. Kenapa tiba-tiba? Sebab beliau berdua tak ada rencana ke Tanah Ottoman. Beliau berencana ke Mesir. Namun batal secara tak terduga. Shock dong.. apalagi semuanya sudah terencana, tiket sudah terbeli. Bolak balik berurusan tetap tidak bisa. Ternyata eh ternyata Allah memberi kejutan manis dengan membelokkan arahnya ke Tanah Ottoman. Ini jadi mengingatkan saya pada perjalan tak disangka-sangka ala keluarga kami perjalanan ke tanah suci.

“So, berencana saja dulu, ikhtiar, biarkan Allah mengeksekusi waktu terbaiknya.”

Di buku ini tulisan-tulisan Mba Uttiek membuat pemabaca serasa turut menjelajah. Dibuka dengan perkenalan Bangsa Ottoman sebagai bangsa pemenang yang juga turut membantu Aceh pada masa penjajahan.

“Semua raja-raja di Nusantara yang bergelar sultan memiliki hubungan dengan Daulah Utsmani. Mereka mengirim upeti ke Istanbul untuk mendapat izin menggunakan gelar tersebut.” (hal 37)

Baca part ini, auto membayangkan, di Tanah Buton daerah asal saya juga menggunakan gelar Sultan. Artinya, jauh sebelum komunikasi begitu mudah seperti sekarang, negeri Otttoman telah memberi pengaruh hingga ke tanah yang jauh. Salah satu pengaruhnya yaitu tersebarnya ajaran Islam. Islam memang menjadi ruh zaman keemasan Ottoman.

Sayangnya sejak tahun 1924, Turki tak lagi berhaluan Islam. Kaum Muda mengganti Turki  menjadi negeri sekuler. Meski demikian, kehidupan orang-orang tua utamanya tetap memegang teguh Syariat Islam.

Saya tersenyum membaca penuturan Mba Uttiek tentang nenek pemandu mereka. “Neneknya takjub melihat turis yang dipandunya tidak salat dan puasa di bulan Ramadhan. “Apakah mereka manusia?” tanya sang nenek.”  J

 


Melalui tarian aksaranya, Mba Uttiek membawa pembaca megunjungi Cappadocica yang menkajubkan hingga UNESCO mengganjarnya sebagai warisan budaya pada tahun 1985. Istanbul dengan Selat Bosphorusnya. Kompleks pemakaman Abu Ayyub Al Anshari, sang sahabat mulia dimana rumahnya menjadi pilihan Rasulullah kala memasuki Madinah.

Ah, disini kita belajaran tentang betapa tingginya keimanan beliau. Abu Ayyub lebih memilih dimakamkan jauh dari tanah asal demi impian suatu saat bisa mendengar gemerincing pedang pasukan terbaik dengan pemimpin terbaiknya yang berhasil membebaskan negeri Konstantinopel sebagaimana nubuat Rasulullah.

Dalam buku ini juga kita diajak mengunjungi Edirne yang indah. Tanah kelahiran Muhammad Al Fatih dan juga bekas ibukota Daulah Utsmani. Menyebut nama Al-Fatih dan penggambaran sosoknya menambah kekaguman pada sosok sang pembebas.

Edirne berbatasan langusng dengan Bulgaria dan hanya 7 km dari Yunani. Di kota ini pula tempat  bermukim sang arsitek jenius nan romantis, Mimar Sinan. Baca tentang karya beliau auto senyam-senyum sendiri di bagian bucin-nya beliau. Patah hati langsung buat mesjid. Ini baru bucin berkualitas. Jatuh cinta, patah hati, semua diabadikan dalam simbol-simbol bangunan yang beliau ciptakan.

Mengunjungi Istana Topkapi yang sangat sederhana untuk ukuran penguassa 2/3 bumi. Dimana di salah satu bagiannya terdapat benda-benda peninggalan Rasulullah Muhammad Shallalhu ailaihi wa sallam dan beberapa nabi lainnya. Keindahan lain yang juga tak kalah membuat nierdi buku ini adalah masjid-massjidnya. Aya Sofia, Blue Mosque, Masjid Selimiye, Masjid Sulaimaniye

Saya dibuat terkesima pada kemegahan masjid-Masjidnya  dan kecemerlangan ilmu pembuatnya ‘Kondis masjid ini dan wilayah Turki pada umumnya masuk dalam daerah Rawan Gempa. Untuk mengatasinya, konon, di bawah pondasi masjid diletakkan batu bulat semacam ‘roda’ yang membuatnya ikut bergoyang mengikuti goncangan gempa”

Masya Allah.... keren parah. Beratus tahun silam, ilmuwan muslim sudah berhasil membuat mahakarya demikian hebat. Ini jadi tantangan bagi muslim zaman now, dengan segala kecanggihan teknologi dan kemudahan akses harusnya bisa berkarya lebih.

“Turki adalah saksi jejak-jejak perpaduan kecemerlangan ilmu dan ketinggian akhlak. Kolaborasi yang membuat Utsamni pantas diamanhi kekuasaan seluas 2/3 bumi.”

 


Saya berkali-kali dibuat meleleh saat membaca. Salah satunya pada bagian Mba Uttiek kehilangan gelang  haji dan sang guide mendoakannya agar mendapat gelang baru. “Doa musyafir adalah doa yang diijabah. Di Cappadocia yang berslimut salju, saya mengaminkan doa Nalan sepenuh hati. Semoga Allah segera mengganti gelang haji itu dengan yang baru di musim haji berikutnya. Sungguh, yang kita butuhkan hanyalah doa. “

Juga pada bab Ma’asalamah Istnabul, saya manitikkan air mata dan mengaminkan sepenuh hati doa Mba Uttiek “Semoga Allah mengizinkan untuk terus melangkah, menjelajahi bumi-Nya, sujud di sebanyak mungkin masjid-Nya, dan mengumpulkan kepingan sejarah Islam yang berserak di sepanjang ruang yang terlewati, lalu menuliskan dan membagikan pada siapa saja yang membacanya.”

Tak hanya cerita, Mba Uttiek juga menghadiahkan gambar-gambar yang semakin menambah keinginan untuk menjelajahi tanah Ottoman. Di bagian akhir buku, ada pula informasi seputar harga tiket masuk, di salah satu bab berjudul ‘Ke mana? Habis Berapa? Bisa jadi panduan menyusun ittinerary. Dan juga Tip Traveling Turki. Buku kecil yang komplit dan bikin iri maskimal.