MASIGNALPHAS2101
7425642317624470382

Sayonara Pacitan; Jalan-Jalan ke Beberapa Destinasi Wisata Dalam Kota

Sayonara Pacitan; Jalan-Jalan ke Beberapa Destinasi Wisata Dalam Kota
Add Comments
Selasa, 22 Agustus 2023

22 Agustus 2023. Hari terakhir di Pacitan sebelum bertolak ke destinasi selanjutnya, Yogyakarta. Sejak dari Sulawesi, saya sudah memimpikan untuk berkunjung ke beberapa destinasi wisata terkenal di Pacitan. Terutama goa dan pantai. Sayangnya, drama selama perjalanan bikin keberadaan di Kota Seribu Goa hanya tiga hari. Sehari istrahat, sehari wedding sepupu, dan tersisa hari ini untuk bisa jalan-jalan. Itupun hanya bisa menjangkau yang dekat karena sorenya harus OTW Kota Gudeg. 


Saya dan ibu berburu info seputar tempat terdekat yang bisa dikunjungi. Coba tanya om google, rata-rata infonya tentang pantai, goa, dan sungai yang letaknya cukup jauh dari kota. Sebenarnya yang terdekat ada Museum SBY ANI. Namun, berhubung hari ini Selasa, jadi tempat tersebut tidak menerima kunjungan alias libur. 

Alhamdulillah, ibu dapat info dari ibu kost bahwa tidak jauh dari tempat kami terdapat salah satu landmark Pacitan yaitu Jembatan Grindulu. Tanpa membuang waktu, saya dan ibu langsung jalan menuju tempat tersebut. Mumpung masih pagi jadi bisa sekalian jogging tipis-tipis. 

Jembatan Grindulu dibangun di Jalur Lingkar Selatan (JLS) dengan panjang 750 meter. Berdiri gagah tepat di atas Sungai Grindulu. Sungai yang bermuara di Samudera Hindia ini juga merupakan salah satu ikon Pacitan. 


 Jembatan ikonik ditambah pemandangan sungai menjadi kolaborasi yang memanjakan mata. Apalagi kami datang bertepatan dengan momen sunrise. Jembatan Grindulu dilengkapi gerbang bertulis Selamat Datang Di Pacitan Kota Pariwisata. Latar yang pas untuk mengabadikan momen.

Setelah foto-foto dan jalan sekitar 500 meter, kami memutuskan untuk pulang ke kost. Di jalan pulang, tampak banyak penjual makanan di pinggir jalan. Uniknya, para penjual masih menggunakan daun jati untuk membungkus makanan tersebut. 

Didera rasa penasaran, saya dan ibu mendekat ke salah satu penjual.  Ada Nasi Liwet, Nasi Tiwul, Nasi Berkat, Pecel, dll yang saya lupa namanya. Nasi tiwul ini cukup menarik minat karena kata penjualnya terbuat dari singkong tumbuk. Ibu memutuskan untuk membeli nasi tiwul dan nasi liwet.

Beres transaksi kami melanjutkan perjalanan. Beberapa meter dari tempat penjual saya melihat petunjuk arah menuju Pantai Pancer Door yang berjarak 2 km. Auto semriwing dong. Cek grab dari kost menuju pantai, harganya 15 ribuan. Wajib eksekusi nih. Langkah menuju kost  semakin dipercepat biar bisa packing sebelum otw pantai.

Ternyata, pas sampai kost ada ajakan dari sepupu untuk jalan-jalan. Makin-makinlah kegembiraan ini.   Sebelum jalan kami sarapan terlebih dahulu pakai nasi yang dibeli tadi. Sekitar jam 9 pagi start dari rumah kost. Rute pertama menuju Pusat Batik Pacitan. Harga batiknya mulai dari 115 ribu-2 juta 500. 


 Lanjut ke Masjid Agung Darul Falah Pacitan. Ternyata di sini kemeriahan hari kemerdekaan berlangsung hingga  akhir bulan Agustus. Dan hari ini bersamaan dengan  kegiatan gerak jalan oleh siswa siswi tingkat SD dan SMP. Finish di Alun-Alun Pacitan. Sebagian regu gerak jalan berkumpul di masjid. Dari masjid lanjut keliling-keliling kota. Pacitan. Kotanya tidak terlalu luas. Khas kota-kota kecil pada umumnya. 

Sebelum pulang, kami diajak ke Pelabuhan Ikan Tamperan. Di sini terdapat kapal-kapal penangkap ikan dengan bentuk yang unik. Kapalnya tampak menarik dengan cat warna-warni. Di bagian depan bergelantungan ikan dan cumi yang telah mengering. Sepertinya bekal selama perjalanan mencari ikan.

Cek dan ricek, kapal-kapal tersebut mencari ikan di Samudra Hindia bahkan mendekati Benua Australia. Masya Allah. Barakallah para pencari nafkah. Ngeri rasanya membayangkan terombang-ambing ombak Samudra Hindia berhari-hari bahkan berbulan-bulan. 


Berhubung penasaran dengan kapal tersebut, saya bertanya pada Om Google. Info yang saya dapatkan bahwa kapal ini bernama Pursine. Kepanjangan dari purse seine yang dalam bahasa Indonesia berarti  pukat cincin.

Info lain yang saya dapatkan bahwa Pelabuhan Tamperan pada tahun 2022 menjadi salah satu tempat persinggahan kapal Arka Kinari. Kapal fenomenal yang sudah ada sejak perang dunia dua dan masih beroperasi hingga kini. 

Kapal ini dimiliki oleh pasangan musisi lintas benua yakni Grey Filastine (Amerika Serikat-Spanyol) dan Nova Ruth (Indonesia). Arka Kinari  berlayar di Samudera Pasifik melintasi Belanda, Portugal, Maroko, Pulau Canary, Tanjung Verde, Trinidad. Lanjut menyusuri laut Karibia di Venezuela, Laut Pasifik Amerika dan Meksiko, Hawai, hingga tiba di Indonesia pada September 2020.

Di Indonesia mereka menyambangi peninggalan masa-masa kejayaan jalur rempah mulai dari Sorong, Banda Naira, Selayar, Makassar, Benoa-Bali, hingga Surabaya. Dalam pelayarannya mereka melakukan edukasi ke generasi muda tentang pentingnya kelestarian alam.  Arka Kinari adalah kapal klasik dengan dua tiang layar, dilengkapi dengan panel surya dan menjadi kapal ramah lingkungan, karena menggunakan tenaga angin dan bebas karbon.

Sebuah perjalan yang luar biasa. Lagi-lagi saya dibuat ngeri membayangkan mereka melintasi benua dan samudra dengan kapal yang panjangnya hanya 18 meter. Secara, pelayaran Raha-Pure saja yang menggunakan speed boat dengan panjang lebih 20 meter sudah bikin ketar-ketir.

Ah, lagi-lagi saya dibuat takjub dengan hikmah dari sebuah perjalanan. Menyadarkan bahwa masih banyak hal yang belum diketahui. Jadi, yang masih bilang perjalanan hanya menghabisakan waktu dan uang, mohon dikoreksi ya. 

Setelah mengoleksi foto dan berjalan-jalan di sekitar pelabuhan, kami memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan, saya melihat papan nama Pantai Teleng Ria. Cek di google, pantai ini lumayan dekat dari kost. Menyajikan pemandangan dan debur ombak dari Samudera Hindia. 

Otakku langsung berkelana mencari cara untuk bisa menjajaki pantai Teleng Ria. Karena belum foto di depan Museum SBY ANi, saya pun meminjam motor dengan alasan ingin ke sana.


 Dengan perhitungan waktu yang masih sekitar 2 jam lagi sebelum dijemput oleh travel menuju Jogja, saya melajukan motor melewati Museum SBY ANI. Di perjalanan saya baru menginfokan kepada ibu bahwa ingin ke pantai. Cerita tentang pantai Teleng Ria insya allah ditulis terpisah. 

Di pantai kami hanya menghabiskan waktu sekitar 15 menit lalu pulang. Singgah ke Museum SBY ANI untuk foto-foto. Sayangnya, berhubung hari itu bukan jadwal kunjungan jadi hanya bisa mengambil gambar di bagian depan. Tak apa. Semoga lain kali bisa ke sini lagi. 


Alhamdulillah, akhirnya terkabul juga keinginan melihat pantai cantik di Pacitan. Rasanya lebih lega untuk meninggalkan kota ini. Walaupun masih banyak wishlist yang belum tercapai. Semoga Allah mampukan untuk bisa kembali lagi. 

Sekitar jam 3 kami dijemput oleh travel. Namanya Bintang Travel. Melayani rute Pacitan-Jogja ataupun sebaliknya. Alhamdulillah dapat driver yang ramah dan tidak ugal-ugalan sehingga perjalanan menuju Jogja terasa nyaman. Sayonara Pacitan.